Sunday, 3 May 2015

Srebrenica

 
Pada tahun 1992, peperangan pecah antara Serbia dan Bosnia. Karena kekejaman dan pembersihan etnis yang dilakukan para tentara Serbia, umat Muslim Bosnia harus mengungsi ke kamp-kamp pengungsian. Srebrenica adalah salah satu kamp terbesar dan dinyatakan oleh PBB sebagai zona aman. Kamp itu sendiri dijaga oleh 400 penjaga perdamaian dari Negeri Belanda. 
Pada tanggal 6 Juli 1995, pasukan Korps Drina dari tentara Serbia Bosnia mulai menggempur pos-pos tentara Belanda di Srebrenica. Pada tanggal 11 Juli pasukan Serbia memasuki Srebrenica. Anak-anak, wanita dan orang tua berkumpul di Potocari untuk mencari perlindungan dari pasukan Belanda. Pada 12 Juli, pasukan Serbia mulai memisahkan laki-laki berumur 12-77 untuk "diinterogasi". Pada tanggal 13 Juli pembantaian pertama terjadi di gudang dekat desa Kravica. Pasukan Belanda menyerahkan 5000 pengungsi Bosnia kepada pasukan Serbia, untuk ditukarkan dengan 14 tentara Belanda yang ditahan pihak Serbia. Pembantaian terus berlangsung. Pada 16 Juli berita adanya pembantaian mulai tersebar. Tentara Belanda meninggalkan Srebrenica, dan juga meninggalkan persenjataan dan perlengkapan mereka. Selama 5 hari pembantaian ini, 8373 Muslim Bosnia telah terbunuh.
Ratko Mladic, Jenderal Tentara Serbia sebelum melakukan pembantaian berkata dalam pidatonya: "Hari ini, tanggal 11 Juli 1995, di Sebrenica Serbia, ketika Serbia akan menyambut hari sucinya, kami menyerahkan kota ini kepada bangsa Serbia. Sebagai peringatan pada penentangan melawan Turki. Saatnya sudah tiba untuk membalas dendam terhadap kaum Muslimin."
Peristiwa yang terjadi setelah jatuhnya Srebrenica sekarang ini dikenal sebagai pembunuhan massal warga sipil terburuk di Eropa sejak Holocaust Perang Dunia Kedua. Ini kemudian dikenal sebagai Genosida Srebrenica, dan sejauh ini sekitar 8.373 korban telah diidentifikasi dari ratusan kuburan massal yang telah ditemukan sejauh ini. 
Yang paling memilukan dari kejadian tersebut bagi penduduk Indonesia adalah keengganan sang mantan presiden yang kala itu memerintah, Soeharto, untuk mengirim pasukan penjaga perdamaian di bawah bendera PBB hanya karena tidak mau Indonesia dianggap negara Islam oleh dunia. Padahal peran Indonesia di kala itu sangatlah di harapkan mengingat Indonesia pada dekade 90an di anggap negara yang masuk 10 besar negara terkuat di dunia dan sekaligus sebagai negara yang mempunyai penduduk muslim terbanyak di dunia. Hanya Allah Swt yang tahu berapa banyak lagi yang akan tetap dimakamkan dalam kuburan massal di ladang-ladang dan perbukitan yang mengelilingi kota.
Sangat jelas, motif pembantaian atas kaum Muslim itu tiada lain adalah ingin melenyapkan kaum Muslim dari tanah Bosnia. "Saatnya sudah tiba untuk membalas dendam terhadap kaum Muslimin," ujar Ratko Mladic setelah menerima warga sipil dari tangan PBB. Sehingga jelas keterlibatan PBB yang ikut serta dalam pembantaian tersebut.
Sungguh sangat menyedihkan. Rintihan kaum Muslim Bosnia ini bukanlah rintihan satu-satunya dari kaum Muslim. Namun semakin menambah sederetan derita dan prahara yang menimpa umat Islam yang dahulunya terkenal raksasa bak singa. Namun kewibawaan dan kehormatan umat tersebut kini telah hilang. tentu saja ini tidak pernah terjadi sebelumnya kecuali setelah pelindung kaum Muslim lenyap. Setelah perisai umat, yakni khilafah Islam dibubarkan.
Genosida Srebrenica mungkin merupakan contoh paling keji kejahatan perang Serbia dan kejahatan terhadap kemanusiaan selama perang 1992-1995 di Bosnia dan Herzegovina. Karena itu banyak liputan baik di media maupun dalam wacana sejarah.
Namun, penting untuk dicatat bahwa hal itu terjadi bukan hanya di satu kota. Ratusan kota dan desa di utara dan timur Bosnia, terlalu banyak untuk disebutkan di sini, yang jatuh di bawah kendali tentara Serbia Bosnia mengalami tindakan keji dan kebiadaban serupa, mulai dari pembunuhan, pemerkosaan massal, dan kelamparan warga sipil di kamp-kamp pengungsi.   
Perang di wilayah semenanjung balkan ini baru berakhir setelah NATO ikut campur dengan menggempur tentara Serbia pada operasi pembebasan dengan target utama pembebasan Bosnia dan infrastruktur yang telah di rebut oleh Serbia. Perang akhirnya selesai setelah komunitas internasional menekan Milošević, Tuđman dan Izetbegović ke meja perundingan, hingga dihasilkan nya perjanjian perdamaian Dayton pada 21 November 1995, versi akhir dari perjanjian ini ditanda tangani di Paris pada 14 Desember 1995, yang menjadi tanda berakhir nya penderitaan umat muslim Bosnia dan etnis Kroasia.
Meskipun perang telah selesai namun penangkapan para pelaku Genosida baru dilaksanakan 4 tahun setelah nya dengan ditangkap nya Slobodan Milosevic sang mantan presiden Sebia yang di nyatakan bersalah atas tuduhan kejahatan perang dan yang paling utama kejahatan terhadap kemanusiaan pada 27 mei 1999.
Namun dalang yang sebenar nya dari pembantaian Srebrenica adalah sang Jenderal Ratko Mladic yang di dakwa melakukan pembersihan etnis dengan mengambil tindakan sendiri, akan tetapi sang Jenderal sesaat setelah di tangkap nya mantan presiden Slobodan Milosevic menghilang entah kemana hingga dijadikan buronan dunia.
Tapi seperti kata pepatah, kebaikan akan selalu menang. Mladić akhirnya ditangkap oleh badan keamanan Serbia di Lazarevo, dekat Zrenjanin di wilayah Banat, Provinsi Vojvodina pada tanggal 26 Mei 2011. Penangkapannya dilakukan oleh 2 lusin pasukan khusus dari kepolisian yang menggunakan seragam hitam dan cadar, serta tanpa menggunakan tanda pengenal apapun.
Selama di persembunyian, Mladić menggunakan nama samaran Milorad Komadić. dan ia tidak mempunyai janggut atau pengenalan apapun. penampilannnya dilaporkan bahwa menunjukkan kalau Mladić "sudah menua" dan salah satu lengannya lumpuh akibat serangkaian stroke.
Semestinya ini menjadi pelajaran berharga atas berbagai peristiwa yang menimpa kaum muslim ini. Sudah tentu, kaum Muslim harus bangkit, kembali kepada Islam dan mengembalikan kehormatannya seperti di zaman Rasulullah, para sahabatnya dan para khulafa kaum Muslim. Inilah sebenarnya solusi jitu untuk menghentikan pembantaian atas kaum Muslim Bosnia, juga Kashmir, Pattani, Burma, Suriah, Palestina dan negeri-negeri Muslim lainnya.
Semoga kita tidak pernah lupa dengan apa yang terjadi di Srebrenica pada Juli 1995. Semoga Allah Swt. mengangkat derajat mereka yang syahid di Srebrenica, dan mereka mati syahid ketika mempertahankan Bosnia dan Herzegovina selama perang empat tahun, ke tempat yang paling tinggi, Jannah Firdaus, ditemani para malaikat dan para nabi, dan mungkin mereka bertemu kembali dengan keluarga mereka dan orang-orang terkasih mereka di Surga. Amin.


Fakta Unik Berdasarkan Al-Qur'an mengenai dua lautan yang terpisah di selat Gibraltar



Kebenaran Al-Qur'an Ungkap Laut Dua Warna Di Selat Gibraltar


Selat adalah lautan yang memisahkan diantara laut dan pulau, sedangkan dalam artikel kali ini ada fakta unik dan menarik yang hendak diungkap yaitu adanyan dua lautan di antara selat yang keberadaanya diungkapkan dalam Al-Quran sebagai bukti kebenaran dan kemukjizatan Al-Quran yang agung, berikut artikel yang menarik itu kami sajikan, selamat menyimak.

Selat Gibraltar, adalah lautan yang memiliki dua warna, Didalam Al-Qur'an lautan ini, dijelaskan dalam QS Ar-Rahman (55) ayat : 19-22, serta QS Al-Furqan (25) ayat 53 "Dan membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing, maka nikmat Allah manakah yang kamu dustakan. Dari keduanya keluar mutiara dan marjan  (Q.S Ar-Rahman (55) ayat : 19-22). "Dan Dialah Alloh yang membiarkan dua laut yang mengalir (berdampingan) yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi pahit: dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang menghalangi (QS Al-Furqan (25) ayat 5).
Bilamana melihat hal itu, jangankan masyarakat awam, kalangan akademisi pun takjub dibuatnya. Sebab, keberadaannya penuh dengan keajaiban, Bagaimana mungkin satu laut ditemukan dua warna yang berbeda? Tapi, itulah faktanya setelah dikaji dan dicermati dengan seksama, keterangan dari Al-Qur’an, para ilmuwan berhasil mengungkapnya. Keberadaannya yakni di Selat Gibraltar yang menghubungkan antara lautan Mediterania, dan Samudera Atlantik serta memisahkan antara Spanyol dan Maroko.
Nama Gibraltar berasal dari bahasa Arab, yaitu Jabal Thariq yang berarti Gunung Thariq. Nama ini merujuk pada Jenderal Muslim Thariq Bin Ziyad yang menaklukam Spanyol pada tahun 711 M. Di selat Gibraltar itu terdapat pertemuan dua jenis laut yang berbeda warna. Seperti ada garis pembatas yang memisahkan keduanya. Satu bagian yang berwarna biru agak gelap, dan pada bagian lain warna biru yang tampak lebih terang. Menurut penjelasan para ahli kelautan seperti Wiliam W Hay, guru besar Ilmu Bumi di Universitas Colorado, Boulder, AS dan mantan dekan Sekolah Kelautan Rosentiel dan Sains Atmosfer di Universitas Miami, Florida, AS, dan Prof.Dorja Rao, seorang spesialis Geologi kelautan dan dosen di Universitas King Abdul Aziz, Jedah mengungkapkan
bahwa air laut yang terletak di selat Gibraltar tersebut memiliki karakteristik yang berbeda baik dari kadar garamnya, suhunya, serta kerapatan air laut tersebut.
Dan seperti yang diungkapkan dalam QS. Al-Furqon (25) ayat 53. yang satu bagian rasanya tawar dan segar, sedangkan bagian lain rasanya asin, dan pahit. Dan diantara keduanya tak pernah saling bercampur (bersatu sama lain), seolah ada dinding tipis yang memisahkannya. Hebatnya lagi, kedua laut itu dibatasi oleh dinding pemisah. Bukan dalam bentuk dinding tebal, pembatasnya sendiri adalah air laut itu sendiri. Dinding pemisah itu bergerak diantara dua lautan dan dinamakan dengan (front) jabhah yang memisahkan antara dua pasukan. Dengan adanya pemisah ini setiap lautan memelihara karakteristiknya sesuai dengan makhluk hidup (ekosistem) yang tinggal di lingkungan itu. Pada tahun 1873 M/1283 H. Para Ilmuwan dari tim peneliti Inggris dalam Ekspedisi Laut Chalengger, menemukan bukti bahwa adanya perbedaan diantara sampel-sampel air laut yang diambil dari berbagai lautan diantaranya. Dari situ manusia mengetahui bahwa air laut berbeda-beda antara yang satu dengan yang lainnya, baik dari hal kadar garam, temperatur, jenis, berat, dan biota laut lainnya.
Lalu mengapa lautan tersebut tidak dapat bersatu atau bercampur?
Pertama kali muncul jawaban itu di lembaran buku-buku Ilmiah pada tahun 1942 M/1361 H. Studi yang mendalam tentang karakteristik lautan menyingkp adanya lapisan lapisan air pembatas yang memisahkan antara lautan-lautan berbeda, dan berfungsi memelihara karakteristik khas setiap lautan dalam hal kadar berat jenis, kadar garam, biota laut, suhu, dan kemampuan melarutkan oksigen. Setelah tahun 1962, diketahui bahwa fungsi batas-batas laut tersebut dalam mengolah aliran laut yang menyebrang dari satu laut ke laut yang lain sehingga laut yang satu tidak melampaui laut lainnya. Dengan demikian lautan-lautan tersebut tidak bercampur aduk karena setiap lautan menjaga karakteristiknya masing-masing dan batas batas wilayahnya karena adanya pembatas-pembatas tersebut, dan karena adanya dinding pemisah dan perbedaan warna itu pula, maka hewan yang hidup di laut berwarna kebiruan dan asin, tak bisa hidup di laut yang airnya tawar.
Demikian pula sebaliknya. Subhanallah

Thursday, 23 April 2015

Islam Bosnia

 
Kendati sempat diguncang prahara dan berada dibawah tekanan rejim komunis selama hampir setengah abad, namun Islam tetap mampu bertahan di negeri indah ini. Kini mereka memiliki harapan hidup yang lebih baik, sekalipun serbuan liberalisme Eropa mencoba membelokkan keyakinan umat Islam Bosnia. Tanpa Islam, mungkin Bosnia-Hercegovina telah tenggelam dan tidak dikenal oleh dunia. Subhanallah.
Etnis Bosnia maupun Hercegovina, boleh dianggap dua etnis beruntung di kawasan Eropa, yang hampir saja lenyap dari atas bumi gara-gara prahara perang Balkan yang melanda kawasan itu, sekian tahun yang lalu (1992-1995).

Disebut hampir musnah, karena dunia hanya diam terpaku, membiarkan etnis Serbia membantai etnis Bosnia-Hercegovina yang rata-rata muslim.

Mungkin bila dunia Islam tidak melakukan protes keras atas sikap negara-negara besar yang diam-diam menyetujui pembantaian (genosida) yang dilakukan oleh etnis Serbia (pemeluk katholik ortodoks), dilihat dari kelambanan mereka bergerak merespon peperangan di Balkan, tidak seperti respon kilat mereka saat konflik teluk meletup, bisa saja Bosnia-Hercegovina hanya tinggal nama. Sekiranya itu terjadi, Islam di Balkan tidak mustahil akan bernasib sama dengan nasib yang menimpa ummat Islam Andalusia ketika kekuasaan Islam di wilayah itu mengalami keruntuhan.

Syukur Alhamdulillah, hal itu tidak terjadi. Ummat Islam pun lolos dari kekejaman Serbia. Padahal, telah lima abad Islam menjadi bagian kehidupan bangsa Bosnia-Hercegovina. Artinya, telah lama diterima menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Balkan.

Ketika api peperangan itu padam, beberapa wilayah yang dahulu merupakan milik ummat Islam, telah berpindah tangan. Sistem pemerintahan pun diatur sedemikian rupa oleh PBB secara bergiliran. Sementara wilayah-wilayah Muslim menjadi tercerai berai karena dikerat-kerat oleh PBB, hingga tak sedikit wilayah yang dihuni komunitas muslim, mirip sebuah pulau kecil di tengah lautan. Atau tak beda jauh dengan penduduk Gaza yang dikelilingi tembok pembatas Israel.

Tetap Setia Kepada Islam
 
Kini, sekalipun secara resmi pemerintah Bosnia-Hercegovina menyatakan diri menganut sekularisme, namun kehidupan keagamaan, khususnya Islam, kiam mekar saja. Islam memang datang ke negeri ini melalui jalan damai, perdagangan. Ini terjadi pada abad ke- 14 M.
Pada periode selanjutnya, tahun 1429-1481, khalifah Muhammad Al-Fatih dari Turki, melebarkan wilayah kekuasaan politiknya hingga ke Balkan. Dakwah Islam yang semula melalui perdagangan, berubdah menjadi politik.

Al-FAtih berhasil menaklukan Bulgaria, terus menuju Balkan. Kedatangannya ke Balkan, tidak membuat penduduk non-muslim terganggu. Karena Al-Fatih memperlakukan mereka dengan baik dan menjamin kebebasan menjalankan agama bagi pemeluk agama lain.

Ini mungkin disebabkan, agama yang dipeluk oleh penduduk setempat, bernama Bugumili, artinya mencintai tuhan, dalam banyak hal memiliki kesamaan doktrin teologi dengan akidah Islam.

Tanpa dipaksa, warga pemeluk Bugumili, akhirnya memeluk Islam. Ini lantaran ajaran moral yang diajarkan oleh Islam telah lama dikenal dalam ajaran agama Bugumili.

Kedatangan Islam ke Balkan, bukan saja memberikan keuntungan spiritual, tapi dalam bidang pemerintahan dan keilmuan pun mengalami peningkatan. Balkan yang semula berupa wilayah dibawah kekuasaan bangsa lain di sebelah baratnya, menjadi merdeka dan memiliki sistem pemerintahan sendiri.

Dalam bidang Ilmu pengetahuan, bukan saja ilmu-ilmu keagamaan yang tumbuh subur, tetapi juga ilmu-ilmu eksakta seperti astronomi, kedokteran dll. Bosnia pada abad ke-15, mungkin merupakan negara Eropa yang memiliki peneropongan bintang moderen, pada saat bersamaan, Negara-negara Eropa lain masih belum menguasainya. Adalah Syeikh Ulugh Beg yang berjasa atas kemajuan itu.

Kini usia Islam di Bosnia-Hercegovina telah mencapai 5 abad. Saudara-saudaranya di kawasan yang sama, seperti Montenegro, Kosovo dan Albania, juga tak jauh beda. Sama-sama menyatakan diri tetap Islam sekalipun berada di Benua Eropa.